Oleh: Izar Tirta
Yesus pernah berkata:
Sekali lagi Aku
berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada
seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah. (Matius 19:24)
Dalam tulisan saya berjudul “Jika
demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?”, telah dibahas sedikit tentang
ungkapan Yesus mengenai seekor unta yang masuk melalui lubang jarum tersebut. Melalui
tulisan kali ini, saya bermaksud mengajak kita semua untuk melihat lebih dalam
lagi seputar persoalan tersebut.
Ungkapan Yesus mengenai unta
dan lubang jarum, memang memancing suatu tanda tanya besar, baik bagi gereja
pada abad-abad permulaan, maupun bagi gereja pada saat ini. Berbagai komentar
dan tafsiran telah dibuat demi suatu upaya untuk menjelaskan apa yang Yesus
maksudkan dengan kata-kata-Nya tersebut. Meskipun demikian, di antara semua
itu, ada dua tafsiran yang paling
populer mengenai ungkapan Yesus ini, yaitu:
Pertama, pintu lubang jarum
Ada pendapat yang mengatakan bahwa
lubang jarum yang dimaksud oleh Yesus dalam ungkapan tersebut sebenarnya adalah
sebuah pintu kecil yang terdapat di gerbang sebuah kota. Konon dikatakan bahwa
pintu kecil tersebut dibuat untuk para pengelana yang tiba di kota pada saat
malam hari, yaitu ketika gerbang utama telah ditutup. Demi alasan keamanan,
pintu tersebut sengaja dibuat dalam ukuran kecil. Sehingga ketika seekor unta
hendak masuk melalui pintu tersebut, maka unta tersebut harus menunduk dan
merayap serta harus melepaskan semua barang yang dibawanya.
Dr. John Phillips, seorang
cendekiawan Biblika yang sangat aktif menulis eksposisi Alkitab, mengungkapkan
hal ini dalam bukunya berjudul Exploring
the Gospel of Matthew. Phillips mengatakan:
“When the main gates were closed for
the night, the merchant arriving late was forced to enter through the small
postern gate. Usually he had to unload his camels so that they could get
through.”[1]
Tafsiran semacam itu sebenarnya
bukanlah suatu tafsiran baru. Gagasan tentang adanya sebuah pintu kecil di
gerbang kota tersebut sudah muncul sejak abad ke 15. Beberapa ahli teologi
bahkan mengatakan bahwa teori ini sudah ada sejak abad ke 9 M. Masalahnya bagi
kita sekarang adalah, apakah teori
tersebut dapat atau layak kita terima?
Sepintas, gagasan tentang
pintu kecil ini memang terasa cukup masuk akal. Ada kesan keindahan di
dalamnya. Bagaimana seekor unta harus berlutut dan melepaskan bebannya untuk
dapat memasuki pintu kecil itu, seolah mengisyaratkan adanya unsur kerendahan
hati dan ke-berserah-an di dalam aktivitas tersebut.
Namun demikian, tafsiran
semacam ini memiliki beberapa kelemahan yang boleh dikatakan fatal, yaitu:
Pertama, secara historis tidak ada pintu kecil semacam itu di gerbang
kota pada masa Yesus melayani. Penelitian arkeologi yang berhubungan dengan
pembuktian Alkitab pun tidak pernah menemukan pintu seperti itu. Jadi dengan
kata lain, tafsiran tentang pintu tersebut pun pada dasarnya hanyalah isapan
jempol belaka. Hanya terdengar indah di telinga, hanya memuaskan rasa ingin
tahu sesaat, namun sama sekali tidak nyata. Itu hanya fiksi. Hampir tidak ada
lagi teolog abad ini yang masih memegang gagasan tersebut dalam eksposisi
mereka.
Kedua, istilah Yunani yang dipakai dalam ayat-ayat tersebut, sangat
jelas berbicara tentang lubang yang terdapat pada jarum yang biasa dipakai
untuk menjahit.
Injil Matius memakai istilah trupematos rafidos. Trupematos sendiri berarti lubang yang biasa terdapat pada jarum.
Sedangkan rafidos berarti jarum.
Sehingga trupematos rafidos secara
harafiah dapat diterjemahkan menjadi “lubang jarum pada jarum.” Terdengar agak
janggal memang, tapi yang ingin saya utarakan di sini adalah bahwa kedua kata
itu telah saling memberi penekanan arti antara satu dengan lainnya.
Sementara itu, istilah yang
dipakai Markus adalah tes trumalias tes
rafidos. Seperti yang kita lihat, Markus malah memberi definite article pada kata “lubang jarum” & “jarum.” Dalam
bahasa Ingris, istilah yang dipakai Markus itu dapat diterjemahkan menjadi “the hole of the needle.”
Penambahan kata “the” dalam bahasa
Inggris atau tes dalam bahasa Yunani
memberi penekanan bahwa benda tersebut adalah benda yang sudah tertentu dan
sudah diketahui lawan bicaranya.
Injil Lukas memakai istilah trumalias rafidos, hampir sama seperti
Matius. Perbedaan terletak pada pemakaian kata benda neuter (oleh Matius) dan kata benda feminin (oleh Lukas). Dalam hal
ini saya merasa wajar jika Lukas memakai bahasa Yunani yang lebih spesifik
ketimbang Matius, mengingat Lukas memang adalah seorang Yunani, sementara
Matius orang Yahudi. Lukas lahir di Antiokhia dan banyak mempelajari filsafat
Yunani, ilmu sejarah dan ilmu kedokteran. Selain itu, Injil Lukas juga dikenal
sebagai Injil yang ditulis dengan memakai kualitas bahasa Yunani yang paling
tinggi serta lebih sulit ketimbang Matius, Markus maupun Yohanes.
Dalam manuskrip lain dari
Alkitab Yunani untuk Injil Lukas, kata yang dipakai adalah Belones, yang berarti jarum yang digunakan untuk menjahit luka
dalam suatu operasi medis. Menurut saya hal ini juga tidak mengherankan, mengingat
profesi Lukas sebagai seorang dokter.
Dari ketiga Injil, jelas
terlihat bahwa yang Yesus maksudkan memang adalah lubang yang terdapat pada
jarum. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa kata “lubang jarum” tersebut mengacu
pada pengertian yang berbeda.
Ketiga, gagasan tentang pintu lubang jarum itu tidak sejalan dengan
ajaran tentang keselamatan yang terdapat di dalam bagian lain dari Alkitab.
Seluruh Alkitab mengajarkan pada kita bahwa manusia tidak dapat menyelamatkan
dirinya sendiri dari hukuman dosa. Manusia hanya dapat diselamatkan oleh
anugerah Allah melalui iman kepada Yesus Kristus. Siapapun yang membaca Alkitab
dengan baik, seharusnya tidak mungkin melewatkan ajaran ini, yang menjadi salah
satu core teaching dari Alkitab.
Jika gagasan tentang lubang
jarum itu adalah sama seperti gerbang kecil yang mengharuskan unta melewatinya
dengan cara menunduk, maka bukankah unta tersebut tetap bisa masuk dengan
usahanya sendiri, walau sulit? Apakah dengan demikian Yesus ingin mengatakan
bahwa manusia pun dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga dengan usahanya sendiri,
walau sulit? Jika demikian, lalu bagaimana kita harus memahami kata-kata Yesus
berikutnya: “bagi manusia tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala
sesuatu mungkin” ? Bukankah dalam pengertian tersebut, ada kesan bahwa bagi
manusia pun hal itu mungkin saja terjadi?
Dari beberapa alasan di atas,
pandangan populer yang mengatakan bahwa “lubang jarum” tersebut adalah sebuah
pintu kecil atau gerbang kecil, jelas tidak
dapat diterima.
Jika kita ingin menafsirkan
Alkitab secara baik dan bertanggung jawab, maka tentu gagasan tentang adanya
pintu lubang jarum ini harus kita hapuskan dari benak kita.
Kedua, bukan unta melainkan tali tambang
Ada pendapat pula yang dikemukakan
oleh seorang Doktor sekaligus Uskup dari sebuah gereja di Alexandria Mesir pada
abad 5 Masehi bernama Cyril. Ia mengatakan bahwa Alkitab yang kita miliki
sekarang telah keliru menyalin dari manuskrip aslinya. Seharusnya kata yang
dipakai adalah kamilos yang berarti tali
tambang dan bukan kamelos yang
berarti unta.
Gagasan ini juga tidak dapat lagi
kita terima, karena sampai sekarang tidak ada bukti bahwa terdapat manuskrip
asli yang menggunakan kata kamilos.
Baik Matius, Markus maupun Lukas semua memakai kata kamelos yang berarti unta.
Lagipula, apa yang ingin
dicapai oleh gagasan tali tambang ini? Apakah berarti bahwa tali tambang itu
harus dikupas satu persatu agar bisa masuk ke dalam lubang jarum? Gagasan ini
sama saja kelirunya dengan gagasan tentang gerbang kecil di tembok kota yang
tadi sudah kita bahas.
SEBUAH UNGKAPAN TENTANG SUATU
KEMUSTAHILAN
Upaya-upaya untuk menjelaskan
arti dari ungkapan “unta dan lubang jarum” dengan memakai gambaran tentang
“pintu kecil” atau pun “tali tambang,” sebenarnya justru merupakan bukti kegagalan
kita dalam melihat inti pesan dari Yesus tentang seberapa besar peluang yang dimiliki
seorang manusia untuk masuk ke dalam kerajaan sorga.
Istilah yang senada dengan
“unta melewati lubang jarum” ini sebenarnya muncul pula dalam puisi-puisi
Persia kuno dan Babylonian Talmud.[2]
Hanya saja, dalam literatur-literatur tersebut, hewan yang dipakai bukanlah
unta melainkan seekor gajah. Dalam traktat Berakoth
yang terdapat pada kumpulan Babylonian Talmud
misalnya, terdapat ungkapan:
... a man is never shown a date palm of gold, or an elephant going through the eye of a needle.[3]
Melalui ungkapan itu, seorang
Rabi Yahudi ingin mengajarkan bahwa sebuah mimpi dapat menunjukkan hal-hal
terdalam yang ada pada pikiran manusia. Dan sebuah pikiran yang sehat biasanya tidak
pernah berkhayal tentang hal-hal yang mustahil seperti “a date palm of gold” ataupun “an
elephant going through the eye of a needle.” Perhatikan bahwa ungkapan
“gajah masuk lubang jarum” disandingkan dengan “sebuah pohon kurma emas.” Bagi audience pada masa itu, dua ungkapan itu
jelas ditangkap sebagai ungkapan kemustahilan. Mereka tidak perlu lagi berpikir,
apakah “lubang jarum” dalam istilah itu mengacu pada sebuah pintu? Ataukah “pohon
kurma emas” itu berarti sesuatu yang lain daripada sebuah pohon kurma yang
terbuat dari emas?
Literatur-literatur kuno
tersebut, telah semakin memperkuat dugaan kita bahwa kata-kata Yesus mengenai
“unta melewati lubang jarum” itu sebenarnya mengacu pada suatu kemustahilan. Bagi seorang manusia yang berdosa, entah ia
dikaruniai harta yang berlimpah atau pun tidak, adalah mustahil untuk masuk ke
dalam kerajaan sorga.
Yesus mamakai kata “unta” dan
bukan “gajah,” karena mungkin sekali unta adalah binatang mamalia paling besar
yang dapat dengan mudah ditemui oleh para pendengar Yesus ketika itu, ketimbang
seekor gajah. Sedangkan lubang jarum adalah lubang paling kecil yang
sehari-hari dapat mereka temui. Ketika Yesus mengatakan bahwa “lebih mudah
seekor unta melewati lubang jarum” sebenarnya Yesus ingin mengatakan bahwa hal
itu mustahil untuk dikerjakan oleh seorang manusia. Jika yang “lebih mudah”
saja sudah mustahil, lalu bagaimana dengan yang “sukar sekali”?[4] Jawabnya
adalah sungguh amat mustahil bagi manusia.
Meskipun mustahil bagi
manusia, tidak demikian bagi Allah. Allah mampu membawa seseorang untuk masuk
ke dalam kerajaan sorga, yaitu melalui pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu
salib. Dan tentu saja tidak mudah bagi Yesus untuk mengorbankan diri-Nya bagi
Anda dan saya. Darah yang Ia cucurkan bukanlah special effect khas film-film Hollywood.
Darah yang Ia cucurkan adalah darah yang nyata, dari luka yang nyata dan yang
telah membawa Yesus pada kematian yang nyata. Tidak ada yang mudah dan tidak
ada yang murah bagi Yesus untuk membawa Anda dan saya yang penuh dosa ini untuk
boleh datang ke hadirat Allah kelak.
Jauh lebih mudah bagi Yesus
untuk secara ajaib memasukkan unta melewati lubang jarum. Seajaib Ia telah
berjalan di atas air. Seajaib Ia telah mengubah air menjadi anggur. Seajaib Ia
telah membuat lima roti dan dua ikan untuk konsumsi ribuan orang. Mengapa
dikatakan “jauh lebih mudah?” Sebab tidak ada peristiwa berdarah di dalam
segala keajaiban seperti itu. Tetapi untuk membawa masuk orang yang penuh dosa
seperti saya misalnya, Yesus harus berdarah-darah, bahkan mati secara
mengenaskan.
Kerajaan sorga tidak diperoleh
melalui perbuatan baik atau karena menuruti 10 Perintah Allah, Kerajaan sorga
diterima sebagai suatu anugerah dari Allah kepada setiap orang yang percaya kepada
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
Kiranya melalui pembahasan
ini, kita kembali diingatkan akan ketidakmampuan serta ketidaklayakan kita di hadapan
Tuhan. Hanya Yesus Kristus yang mampu melayakkan kita, karena hanya Dialah yang
telah mati bagi dosa kita dan yang telah bangkit untuk memberi kita hidup yang
kekal. Bagi Dia, bukan hal yang mustahil untuk menyelamatkan diri kita dari
hukuman dosa. Masalahnya adalah, bersediakah kita menjadikan Dia sebagai
satu-satunya Juruselamat dan satu-satunya Tuhan dalam hidup kita?
[1] John
Phillips, Exploring The Gospel of Matthew
(Kregel: Grand Rapids Michigan, 1999), p 386.
[2] Kumpulan
teks atau traktat yang ditulis oleh para Rabi Yahudi.
[3] Tract Berakoth of Babylonian Talmud, folio
55b, verse 39.
[4] Ungkapan
“sukar sekali” muncul pada Matius 19:23, yaitu satu kalimat sebelum “unta dan
lubang jarum” ini. Jika Tuhan berkenan, saya akan memperdalam bahasan tentang
ungkapan “sukar sekali” tersebut dalam suatu tulisan tersendiri, yaitu ketika
membicarakan tema-tema seperti “orang kaya dan orang yang miskin di hadapan
Tuhan” (Matius 5:3)
Komentar
Posting Komentar