Infalibilitas kepausan

 




Dalam teologi Katolik, infalibilitas kepausan adalah dogma yang menyatakan bahwa, dengan kuasa Roh Kudus, Sri Paus dilindungi dari (bahkan) kemungkinan membuat kesalahan ketika ia secara resmi menyatakan atau mengumumkan kepada Gereja mengenai sebuah ajaran dasar tentang iman atau moralitas seperti yang terkandung di dalam wahyu Tuhan, atau setidaknya memiliki hubungan yang sangat dalam dengan wahyu Tuhan. Untuk semua ajaran infalibilitas, Roh Kudus juga berkerja lewat tubuh Gereja untuk memastikan bahwa ajaran-ajaran tersebut diterima oleh semua umat Katolik.

Doktrin ini didefinisikan secara dogmatis dalam Konsili Vatikan Pertama tahun 1870. Menurut teologi Katolik, ada beberapa konsep yang penting untuk dipelajari agar bisa mengerti tentang infalibilitas dan wahyu Tuhan: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium (Majelis) Suci. Ajaran-ajaran infalibilitas kepausan adalah bagian dari Magisterium Suci, yang juga terdiri atas dewan-dewan ekumenikal (kumpulan para uskup) serta majelis-majelis biasa dan dunia. Dalam teologi Katolik, infalibilitas kepausan adalah salah satu terusan dari infalibilitas Gereja. Infalibilitas kepausan harus berdasarkan pada, atau minimal tidak mengkontradiksi, Tradisi Suci maupun Kitab Suci. Infalibilitas kepausan tidak berarti bahwa Sri Paus adalah suci sempurna, yakni dirinya khusus dibebaskan dari beban dosa.

Dalam praktiknya, para paus sangat jarang menggunakan kekuasaan infalibilitas ini, tetapi hanya mendasarkan diri pada suatu pemikiran bahwa Gereja menerima badan kepausan sebagai pihak penguasa yang memutuskan hal-hal yang diterima sebagai iman resmi Gereja. Semenjak deklarasi resmi mengenai infalibilitas kepausan dalam Konsili Vatikan Pertama pada tahun 1870, kekuasaan ini hanya pernah digunakan sekali ex cathedra: pada tahun 1950 ketika Paus Pius XII menyatakan bahwa Diangkatnya Maria ke Surga menjadi bagian iman umat Katolik Roma.

Komentar